Papua Perlu 90 Orang Daniel

Sebentar lagi kontestasi Pilkada akan dimulai di Tanah Papua.  Sejumlah pasangan akan bertarung memperebutkan jabatan-jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah.  Dari kurang lebih 140-an pasangan yang berkompetisi, hanya 90 orang yang akan menduduki kursi sebagai kepala dan wakil kepala daerah.  Kalau tidak salah hitung, mereka adalah 6 pasang gubernur dan wakil gubernur, 37 pasang bupati dan wakil Bupati, serta 2 pasang Walikota dan Wakil Walikota. 

Bagaimana ke-90 orang itu bisa terpilih dan mengalahkan lawan-lawannya sudah ada patokannya: memperoleh suara terbanyak dalam pilkada.  Tetapi, apakah ada patokan yang bisa kita gunakan untuk memprediksi apakah mereka benar-benar bisa membawa perubahan mendasar dan menyeluruh di Tanah Papua?  

Apa patokannya sehingga kita yakin mereka bisa membuat semua penduduk usia sekolah bisa bersekolah (ada 620 ribu orang penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah di seluruh Papua)?

Apa patokannya mereka bisa membuat layanan kesehatan menjadi milik semua keluarga (lebih dari 70% kampung di Papua tidak memiliki bidan)? Bagaimana mereka bisa  menurunkan tingkat kemiskinan Papua yang sekarang ini tertinggi di Indonesia?  

Tingkat kemiskinan di provinsi-provinsi paling Timur Indonesia ini kurang lebih sebagai berikut:  Papua 26,86%; Papua Selatan 20,24%; Papua Barat 26,41%; Papua Barat Daya: 24,07%; Papua Tengah 32,25%; dan Papua Pegunungan 35,46%.   Tingkat kemiskinan di kalangan orang-orang asli Papua di kampung-kampung bahkan bisa lebih tinggi satu setengah kali atau bahkan lebih dari angka-angka tersebut, yang dirata-ratakan dari tingkat kemiskinan kabupaten/kota masing-masing provinsi.  

Karena sebagian besar para kandidat kepala daerah itu mengaku beragama Kristen dan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, maka kita bisa mencari patokan-patokan itu di dalam Alkitab.  

Pada tahun 605 sebelum masehi (SM), sejumlah orang Israel dari Kerajaan Yehuda ditawan dan dibawa ke Babilonia (negara Irak dewasa ini).  Ini adalah hukuman yang harus mereka terima karena israel tidak setia kepada Yahweh, Allah Israel.  

Tetapi di antara banyak orang yang tidak setia itu, ada empat orang anak muda yang setia.  Mereka adalah Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego.  Mereka ini sepuluh kali lebih pandai dan lebih berhikmat dari para ahli di Babilonia.  Tetapi yang lebih penting: mereka tidak bergeser sedikit pun dari kesetiaan mereka kepada Allah Israel.  Mereka menolak menyembah patung berhala dan ikut serta dalam kebiasan orang-orang Babilonia yang bertentangan dengan iman mereka.  Walaupun akibatnya mereka diancam dihukum mati.  

Sadrakh, Mesakh dan Abednego dibuang ke dalam nyala api yang luar biasa panasnya.  Saking panasnya, orang-orang yang melempar mereka mati terbakar.  Tetapi mereka sama sekali tidak terbakar, kecuali tali-tali yang membelenggu mereka.  Bahkan, ada orang lain yang secara misterius menyertai mereka di dalam tungku api raksasa itu.  Bagi banyak orang Kristen, dia adalah Yesus Kristus.  

Daniel berhasil dalam pemerintahan di Kerajaan Babilonia.  Walaupun ia seorang Yahudi yang dibuang, ia menduduki jabatan sebagai salah satu dari tiga orang pejabat tinggi yang memimpin sejumlah wakil raja.  Waktu itu yang menjadi raja adalah Darius.  Karena kemampuan Daniel yang luar biasa dalam menjalankan pemerintahan, Raja Darius bermaksud untuk menjadikannya Perdana Menteri.

Hal ini membuat para pejabat tinggi dan wakil raja itu tidak senang.  Mereka cemburu dan marah karena Raja Darius memilih orang asing untuk mengepalai mereka.  Mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari kesalahan Daniel di dalam pemerintahan.  Tetapi, mereka tidak bisa menemukan setitik pun cela.  

Di dalam Daniel pasal 6 dicatat begini “… tetapi mereka tidak mendapat alasan apa pun atau suatu kesalahan [dalam urusan pemerintahan]… sebab ia [Daniel] setia [kepada Allahnya] …”.  Dalam Alkitab Bahasa Inggris NIV ditulis “They could find no corruption in him …”.  Mereka tidak bisa menemukan tindak korupsi apa pun pada diri Daniel.  

Satu-satunya `kesalahan’ Daniel, adalah kesetiaannya kepada Tuhannya. Jadi itu yang menjadi pintu masuk untuk menghabisi dia. Raja Darius pun dijebak.  Beliau menyetujui usulan para pejabat tinggi dan wakil raja di Babilonia agar selama 30 hari ke depan seluruh penduduk Babilonia, tanpa kecuali, harus berdoa kepada Raja dan tidak boleh berdoa kepada siapa pun yang lain.  Padahal Daniel memiliki kebiasaan untuk berlutut dan berdoa tiga kali sehari, bersyukur kepada Allahnya.  

Ketika Raja Darius menyadari jebakan itu, sudah terlambat.  Keputusannya sudah menjadi undang-undang yang ia sendiri pun tidak bisa mengubah.  Akhirnya, Daniel dibuang ke dalam kendang singa yang lapar.  Mereka yang memusuhi Daniel mengira riwayat Daniel sudah berakhir.  Tetapi, Allah Israel bertindak.  Singa-singa yang buas itu tidak memangsa Daniel karena seorang malaikat dikirim Allah untuk membungkam mulut singa-singa itu.  Raja Darius yang ingin tahu keadaan Daniel pada pagi-pagi keesokan harinya menemukan Daniel tetap sehat bugar, tidak ada luka sedikit pun.  Raja sangat bersukacita.  Sebaliknya, para pembenci Daniel menjadi santapan singa-singa itu.  

Kalau ke-90 orang pemenang Pilkada 2024 memiliki karakter, kesetiaan dan integritas seperti Daniel, maka pasti keadaan di Tanah Papua akan berubaha secara mendasar dan menyeluruh.  Kesejahteraan yang hanya di awang-awang bagi banyak orang, pasti akan tiba.  

Dengan bercermin pada Daniel sebagai teladan, ke-90 pemimpin Papua 2024=2029 haruslah orang-orang yang percaya dan beriman sungguh-sungguh kepada Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus.  Mereka haruslah orang-orang yang cerdas.  Mereka haruslah orang-orang berpengalaman dan terampil dalam mengelola pemerintahan. Mereka adalah orang-orang yang tanpa cela – termasuk tidak ada celah sedikit pun dalam hal korupsi.

Sejumlah sahabat bertemu untuk mendiskusikan tentang Daniel yang harus menjadi tolok ukur para pemimpin politik dan pemerintahan di Tanah Papua. Merekai merenung cukup lama.  Akhirnya, seorang di antara para sahabat itu, dengan suara serak dan setengah berbisik, bertanya: “Di mana Daniel seperti itu bisa kita temukan untuk memimpin Papua?  Daniel seperti itu memang ada kah?”  Mereka semua terdiam lama.  

Akhirnya salah seorang dari mereka berkata.  “Begini.  Mari kita semua berkata kepada setiap pemimpin yang nanti terpilih dalam Pilkada dan dilantik sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota di Tanah Papua, bahwa sejak mereka dilantik, mereka adalah Daniel.  

“Mari kita keluarkan perkataan iman dari dalam mulut kita.  Kita bilang kepada mereka, ‘Kaka Tuan/Ade Tuan/ Kaka Ibu/Ade Ibu … mulai sekarang saya akan menyapa engkau dengan sebutan Daniel.  Saya akan mengajak sebanyak mungkin orang percaya untuk juga melakukan hal yang sama.  Engkau menjadi Daniel bagi kami, rakyat Papua.  Saya akan berdoa, saya akan tanam lutut dan menangis di hadapan Allah, supaya Tuhan Yesus mecurahkan Roh Kudus ke atas engkau.  

“’Engkau akan menjadi pemipin yang takut dan setia kepada Allah, cerdas, ahli dalam pemerintahan, dan tidak korup.  Saya akan minta Roh-Nya bekerja di dalam engkau, supaya tidak ada sedikit pun celah yang bisa dipakai oleh setan dan iblis untuk menghancurkan engkau dan umat Tuhan di tanah ini.’”

Seorang sahabat yang lain berkata dan perlahan namun tegas, “Kita juga harus menjadi seperti Nabi Natan terhadap Raja Daud.  Nabi Natan bersahabat dengan Raja Daud, tetapi dia tetap menjaga jarak.  Daud yang Raja itu adalah sahabat Natan, tetapi Natan tetaplah seorang Nabi.  

“Itulah sebabnya, ketika Raja Daud berbuat jahat dan jatuh ke dalam dosa, Natan berani menghadap Daud dan menegurnya dengan keras.  Sebagai Nabi, Natan sama sekali tidak membantu Daud untuk mencari-cari pembenaran atas kejahatan yang diperbuatnya.  Dosa adalah dosa.  Kesalahan tetap kesalahan.  Karena tindakan tegas Natan, Daud bertobat sungguh-sungguh.”

Kiranya Tuhan menghadirkan 90 Daniel untuk memimpin Papua, dan banyak Natan untuk menopang para Daniel itu .  Kiranya mereka tetap teguh melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat. by  Agus Sumule